This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 25 Mei 2013

Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien


Mutu pelayanan rumah sakit (RS) dapat ditelaah dari tiga hal yaitu:

1. Struktur (sarana fisik, peralatan, dana, tenaga kesehatan dan nonkesehatan, serta pasien)
2. Proses (manajemen RS baik manajemen interpersonal, teknis maupun pelayanan keperawatan yang kesemuanya tercermin pada tindakan medis dan nonmedis kepada pasien)
3. Outcome.

Aspek mutu yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai mutu pelayanan RS yaitu:
-Penampilan keprofesian (aspek klinis)
- Efisiensi dan efektivitas
- Keselamatan dan kepuasan pasien.

Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain: - - Keterlambatan pelayanan dokter dan perawat
- Dokter sulit ditemui
- Dokter yang kurang komunikatif dan informatif
- Lamanya proses masuk rawat
- Aspek pelayanan “hotel” di RS, serta
- Ketertiban dan kebersihan lingkungan Rumah Sakit

Sikap, perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya.

Banyak variabel nonmedik ikut menentukan kepuasan pasien antara lain:
- Tingkat pendidikan
- Latar belakang sosial ekonomi
- Budaya
- Lingkungan fisik
- Pekerjaan
- Kepribadian dan pengalaman hidup pasien.

Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik pasien yaitu:
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Etnis
- Sosial - ekonomi
- Diagnosis penyakit.

Merkouris dkk., menyebutkan bahwa mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk:
1. Evaluasi kualitas pelayanan kesehatan
2. Evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara perilaku sehat dan sakit
3. Membuat keputusan administrasi
4. Evaluasi efek dari perubahan organisasi pelayanan
5. Administrasi staf.
6. Fungsi pemasaran
7. Formasi etik profesional

Secara umum pelayanan RS terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien RS yang menempati tempat tidur perawatan karena keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya. Secara umum pelayanan rawat inap RS dibagi menjadi beberapa kelas perawatan yaitu: VIP, Kelas I, Kelas II dan III, serta dibedakan atas beberapa ruang atau bangsal perawatan.

Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan medis yang utama di RS dan merupakan tempat untuk interaksi antara pasien dan RS berlangsung dalam waktu yang lama. Pelayanan rawat inap melibatkan pasien, dokter dan perawat dalam hubungan yang sensitif yang menyangkut kepuasan pasien, mutu pelayanan dan citra RS. Semua itu sangat membutuhkan perhatian pihak manajemen Rumah Sakit.

Berbagai kegiatan yang terkait dengan pelayanan rawat inap di RS yaitu: penerimaan pasien, pelayanan medik (dokter), pelayanan perawatan oleh perawat, pelayanan penunjang medik, pelayanan obat, pelayanan makan, serta administrasi keuangan.

Sudah banyak penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien RS, tetapi diperkirakan belum ada penelitian yang bertujuan untuk menemukan indikator kepuasan pasien RS. Kesulitan yang akan dihadapi dalam penelitian semacam ini yaitu menyangkut pengukuran kepuasan pasien karena kepuasan pasien sulit diukur dan subyektif.

Selama ini Departemen Kesehatan (Depkes), telah menyusun dan melakukan akreditasi RS. Akreditasi RS merupakan instrumen untuk menilai mutu pelayanan RS. Belum ada pedoman dan indikator yang memudahkan penilaian mutu pelayanan RS dari sisi konsumen (pasien) yang dapat memudahkan Depkes dalam melakukan pembinaan dan pengawasan RS. Bagi para manajer RS, indikator ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan pengambilan keputusan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

Metode Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan


Beberapa metode penentukan prioritas masalah yang umum digunakan oleh Puskesmas ataupun instansi lain dalam menyusun Program tahunan, yaitu:

Metode Hanlon

1. Mengusahakan agar para perencana atau pembuat keputusan dapat mengidentifikasikan faktor-faktor luar yang dapat diikutsertakan dalam proses penentuan prioritas masalah
2. Mengelompokkan faktor-faktor yang ada dan memberi bobot terhadap faktor tersebut
3. Memungkinkan anggota untuk mengubah faktor dan nilai sesuai keperluan

Metode MCUA

Metode MCUA digunakan apabila pelaksana belum terlalu siap dalam penyediaan sumber daya, serta pelaksana program atau kegiatan menginginkan masalah yang diselesaikan adalah masalah yang ada di masyarakat.

Definisi:
a. MCUA adalah suatu teknik atau metode yang digunakan untuk membantu tim dalam mengambil keputusan atas beberapa alternatif
b. Alternatif dapat berupa masalah pada langkah penentuan prioritas masalah atau pemecahan masalah pada langkah penetapan prioritas pemecahan masalah
c. Kriteria adalah batasan yang digunakan untuk menyaring alternatif masalah sesuai kebutuhan

Metode USG

Metode USG merupakan cara dalam menetapkan urutan prioritas, dengan memperhatikan urgensinya, keseriusannya dan adanya kemungkinan berkembangnya masalah

Metode CARL
 
Merupakan suatu cara untuk menentukan prioritas masalah jika data yang tersedia adalah data kualitatif. Dilakukan dengan menentukan skor atas kriteria tertentu, yaitu Capability, Accessability, Readiness dan Leverage (CARL), semakin besar skor maka semakin besar masalahnya, sehingga semakin tinggi letaknya pada urutan prioritas

Pengantar Sistem Informasi Kesehatan (SIK)


Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Parturan perundang-undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan 
kabupaten/kota. Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.

Perkembangan Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) di Indonesia telah dimulai pada akhir dekade 80’an. Salah satu rumah sakit yang pada waktu itu telah memanfaatkan komputer untuk mendukung operasionalnya adalah Rumah Sakit Husada. Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar negeri, juga berusaha mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM. Namun, tampaknya komputerisasi dalam bidang per-rumah sakit-an, kurang mendapatkan hasil yang cukup memuaskan semua pihak. 

Ketidakberhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih disebabkan dalam segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan (critical success factors) dalam implementasi sistem informasi tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam segala hal juga terjadi di dunia pelayanan kesehatan. Hal ini semata-mata karena sektor pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh lagi sistem yang lebih global. Perubahan-perubahan di negara lain dalam berbagai sektor mempunyai dampak terhadap sistem pelayanan kesehatan.

Dalam era seperti saat ini, begitu banyak sektor kehidupan yang tidak terlepas dari peran serta dan penggunaan teknologi komputer, terkhusus pada bidang-bidang dan lingkup pekerjaan. Semakin hari, kemajuan teknologi komputer, baik dibidang piranti lunak maupun perangkat keras berkembang dengan sangat pesat, disisi lain juga berkembang kearah yang sangat mudah dari segi pengaplikasian dan murah dalam biaya. Solusi untuk bidang kerja apapun akan ada cara untuk dapat dilakukan melalui media komputer, dengan catatan bahwa pengguna juga harus terus belajar untuk mengiringi kemajuan teknologinya. Sehingga pada akhirnya, solusi apapun teknologi yang kita pakai, sangatlah ditentukan oleh sumber daya manusia yang menggunakannya.

Rumah Sakit, sebagai salah satu institusi pelayan kesehatan masyarakat akan melayani traksaksi pasien dalam kesehariannya. Pemberian layanan dan tindakan dalam banyak hal akan mempengarui kondisi dan rasa nyaman bagi pasien. Semakin cepat akan semakin baik karena menyangkut nyawa pasien. Semakin besar jasa layanan suatu rumah sakit, akan semakin kompleks pula jenis tindakan dan layanan yang harus diberikan yang kesemuanya harus tetap dalam satu koordinasi terpadu. Karena selain memberikan layanan, rumah sakit juga harus mengelola dana untuk membiayai operasionalnya. Melihat situasi tersebut, sudah sangatlah tepat jika rumah sakit menggunakan sisi kemajuan komputer, baik piranti lunak maupun perangkat kerasnya dalam upanya membantu penanganan manajemen yang sebelumnya dilakukan secara manual.

Departemen Kesehatan telah menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang ditandai dengan penduduknya yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat, dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu yang disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat sendiri, serta ditandainya adanya peran serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah dalam upaya upaya kesehatan. Dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut, infrastruktur pelayanan kesehatan telah dibangun sedemikian rupa mulai dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan tersebut menjalankan program dan pelayanan kesehatan menuju pencapaian visi dan misi Depkes tersebut. Setiap jenjang tersebut memiliki sistem kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan dasar di desa dan kecamatan sampai ke tingkat nasional.

Jaringan sistem pelayanan kesehatn tersebut memerlukan sistem informasi yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan dan program kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui, difahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Namun demikian dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS belum berjalan sebagaimana mestinya. 

Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah daerah dan jaringan informasi di pusat.

Sistem informasi yang ada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut: 
1. Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang belum terintegrasi. Sehingga bila diperlukan informasi yang menyeluruh diperlukan waktu yang cukup lama. 
2. Terbatasnya perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) di berbagai jenjang, padahal kapabilitas untuk itu dirasa memadai. 
3. Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk mengelola dan mengembangkan sistem informasi 
4. Masih belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan data/informasi. 
5. Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi, sehingga seringkali timbul keengganan bagi petugas untuk memasuki atau dipromosikan menjadi pengelola sistem informasi.

ACHMAD AMRULLAH
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO

Konsep-Konsep Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)


Sistem informasi kesehatan harus dibangun untuk mengatasi kekurangan maupun ketidakkompakan antar badan kesehatan. Dalam melakukan pengembangan sistem informasi secara umum, ada beberapa konsep dasar yang harus dipahami oleh para pengembang atau pembuat rancang bangun sistem informasi (designer). Konsep-konsep tersebut antara lain:

A. SISTEM INFORMASI TIDAK IDENTIK DENGAN SISTEM KOMPUTERISASI

Pada dasarnya sistem informasi tidak bergantung kepada penggunaan teknologi komputer. Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer dalam implementasinya disebut sebagai Sistem Informasi Berbasis Komputer (Computer Based Information System). Pada pembahasan selanjutnya, yang dimaksudkan dengan sistem informasi adalah sistem informasi yang berbasis komputer. Isu penting yang mendorong pemanfaatan teknologi komputer atau teknologi informasi dalam sistem informasi suatu organisasi adalah:

1. Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan informasi. 
2. Informasi yang tersedia, tidak relevan. 
3. Informasi yang ada, tidak dimanfaatkan oleh manajemen. 
4. Informasi yang ada, tidak tepat waktu. 
5. Terlalu banyak informasi. 
6. Informasi yang tersedia, tidak akurat. 
7. Adanya duplikasi data (data redundancy). 
8. Adanya data yang cara pemanfaatannya tidak fleksibel. 

B. SISTEM INFORMASI ORGANISASI ADALAH SUATU SISTEM YANG DINAMIS

Dinamika sistem informasi dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh dinamika perkembangan organisasi tersebut. Oleh karena itu perlu disadari bahwa pengembangan sistem informasi tidak pernah berhenti. 

C. SISTEM INFORMASI SEBAGAI SUATU SISTEM HARUS MENGIKUTI SIKLUS HIDUP SISTEM

Seperti lahir, berkembang, mantap dan akhirnya mati atau berubah menjadi sistem yang baru. Oleh karena itu, sistem informasi memiliki umur layak guna. Panjang pendeknya umur layak guna sistem informasi tersebut ditentukan diantaranya oleh:

1. Perkembangan organisasi tersebut
Makin cepat organisasi tersebut berkembang, maka kebutuhan informasi juga akan berkembang sedemikian rupa sehingga sistem informasi yang sekarang digunakan sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan organisasi tersebut.

2. Perkembangan teknologi informasi

Perkembangan teknologi informasi yang cepat menyebabkan perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan untuk mendukung beroperasinya sistem informasi tidak bisa berfungsi secara efisien dan efektif. Hal ini disebabkan: 
a. Perangkat keras yang digunakan sudah tidak di produksi lagi, karena teknologinya ketinggalan jaman (outdated) sehingga layanan pemeliharaan perangkat keras tidak dapat lagi dilakukan oleh perusahaan pemasok perangkat keras. 
b. Perusahaan pembuat perangkat lunak yang sedang digunakan, sudah mengeluarkan versi terbaru. Versi terbaru itu umumnya mempunyai feature yang lebih banyak, melakukan optimasi proses dari versi sebelumnya dan memanfaatkan feature baru dari perangkat keras yang juga telah berkembang.

Meskipun pada umumnya, perusahaan pengembang perangkat keras maupun perangkat lunak tersebut, mecoba menjaga kompatibilitas dengan versi terdahulu, namun kalau dilihat dari sisi efektivitasnya, maka pemanfaatan infrastruktur tersebut tidak efektif. Hal ini disebabkan karena feature-feature yang baru tidak termanfaatkan dengan baik. Mengingat perkembangan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat, maka para pengguna harus sigap dalam memanfaatkan dan menggunakan teknologi tersebut.

Konsekuensi dari pemanfaatan teknologi informasi tersebut adalah: 
a. Dalam melakukan antisipasi perkembangan teknologi, harus tepat. 
b. Harus selalu siap untuk melakukan pembaharuan perangkat keras maupun perangkat lunak pendukungnya, apabila diperlukan. 
c. Harus siap untuk melakukan migrasi ke sistem yang baru. 

Arah perkembangan teknologi informasi dalam kurun waktu 3-5 tahun mendatang adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan perangkat keras dan komunikasi. Kecenderungan perkembangan perangkat keras:
- Peningkatan kecepatan. 
- Peningkatan kemampuan. 
- Penurunan harga. 
- Turn over alat yang semakin cepat.

Perkembangan perangkat komunikasi menyebabkan perubahan desain sistem perangkat keras yang digunakan, dari sistem dengan pola tersentralisasi menjadi sistem dengan pola terdistribusi. Pada pola terdistrubusi, kemampuan pengolahan data (computing power) di pecah menjadi dua, satu diletakkan pada komputer induk yang
berfungsi sebagai pelayan (server) dan yang satu lagi diletakkan di komputer pengguna (client), desain ini disebut sebagai client-server achitecture. 

b. Kecenderungan perkembangan perangkat lunak, terutama perangkat lunak basis data (database), juga mengikuti perkembangan desain sistem perangkat keras tersebut diatas. Pada server diletakkan perangkat lunak back-end dan pada client diletakkan perangkat lunak front-end. Perangkat lunak backend adalah perangkat lunak pengelola sistem basis data (database management system/DBMS), sedangkan perangkat lunak front-end adalah perangkat lunak yang dikembangkan dengan pemrograman visual berdasarkan 4GL dari DBMS tersebut atau dengan perangkat lunak antarmuka (interface) untuk berbagai DBMS seperti ODBC (open database connectivity). 

3. Perkembangan tingkat kemampuan pengguna (user) sistem informasi

Sistem informasi yang baik, akan dikembangkan berdasarkan tingkat kemampuan dari para pemakai, baik dari sisi : 
a. Tingkat pemahaman mengenai teknologi informasi, 
b. Kemampuan belajar dari para pemakai, dan
c. Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan sistem.

Dari sisi pemakai, dikenal istilah end-usercomputing (EUC). EUC adalah pemakai yang melakukan pengembangan sistem untuk keperluan dirinya sendiri. Mengingat bervariasinya kemampuan EUC dan sulitnya melakukan pemantauan serta pengendalian terhadap EUC, maka EUC akan menyebabkan masalah yang serius dalam 
pengembangan maupun dalam pemeliharaan sistem informasi. Ancaman yang paling serius adalah adanya disintegrasi sistem menjadi sistem yang terfragmentasi. 

D. DAYA GUNA SISTEM INFORMASI SANGAT DITENTUKAN OLEH INTEGRITAS SISTEM INFORMASI ITU SENDIRI

Sistem informasi yang terpadu (integrated) mempunyai daya guna yang tinggi, jika dibandingkan dengan sistem informasi yang terfragmentasi. Usaha untuk melakukan integrasi sistem yang ada di dalam suatu organisasi menjadi satu sistem yang utuh merupakan usaha yang berat dengan biaya yang cukup besar dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Sinkronisasi antar sistem yang ada dalam sistem informasi itu, merupakan prasyarat yang mutlak untuk dapat mendapatkan 
sistem informasi yang terpadu.

Sistem informasi, pada dasarnya terdiri dari minimal 2 aspek yang harus berjalan secara selaras, yaitu aspek manual dan aspek yang terotomatisasi (aspek komputer). Pengembangan sistem informasi yang berhasil apabila dilakukan dengan mengembangkan kedua aspek tersebut. Sering kali pengembang sistem informasi hanya memfokuskan diri pada pengembangan aspek komputernya saja, tanpa memperhatikan aspek manualnya. Hal ini di akibatkan adanya asumsi bahwa aspek manual lebih mudah diatasi dari pada aspek komputernya. Padahal salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan sistem informasi adalah dukungan perilaku dari para pengguna sistem informasi tersebut, dimana para pengguna sangat terkait dengan sistem dan prosedur dari sistem informasi pada aspek manualnya. 

E. KEBERHASILAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SANGAT BERGANTUNG PADA STRATEGI YANG DIPILIH UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM TERSEBUT

Strategi yang dipilih untuk melakukan pengembangan sistem sangat bergantung kepada besar kecilnya cakupan dan tingkat kompleksitas dari sistem informasi tersebut. Untuk sistem informasi yang cakupannya luas dan tingkat kompleksitas yang tinggi diperlukan tahapan pengembangan seperti:
1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan
2. Pembuatan Rancangan Global
3. Pembuatan Rancangan Rinci
4. Implementasi, dan
5. Operasionalisasi.

Dalam pemilihan strategi harus dipertimbangkan berbagai faktor seperti:
1. Keadaan yang sekarang dihadapi
2. Keadaan pada waktu sistem informasi siap dioperasionalkan dan keadaan dimasa mendatang
3. Antisipasi perkembangan organisasi dan perkembangan teknologi.

Ketidaktepatan dalam melakukan prediksi keadaan dimasa mendatang, merupakan salah satu penyebab kegagalam implementasi dan operasionalisasi sistem informasi. 

F. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI ORGANISASI HARUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUNGSI DAN DILAKUKAN SECARA MENYELURUH (HOLISTIK)

Pada banyak kasus, pengembangan sistem informasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan struktur organisasi dan pada umumnya mereka mengalami kegagalan, karena struktur organisasi sering kali kurang mencerminkan semua fungsi yang ada didalam organisasi. Sebagai pengembang sistem informasi hanya bertanggung jawab dalam mengintegrasikan fungsi-fungsi dan sistem yang ada didalam organisasi tersebut menjadi satu sistem informasi yang terpadu.

Pemetaan fungsi-fungsi dan sistem ke dalam unit-unit struktural yang ada di dalam organisasi tersebut adalah wewenang dan tanggungjawab dari pimpinan organisasi tersebut. Penyusunan rancang bangun/desain sistem informasi seharusnya dilakukan secara menyeluruh sedangkan dalam pembuatan aplikasi bisa dilakukan secara sektoral atau segmental menurut prioritas dan ketersediaan dana. Pengembangan sistem yang dilakukan segmental atau sektoral tanpa adanya desain sistem informasi yang menyeluruh akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan intergrasi sistem. 

G. INFORMASI TELAH MENJADI ASET ORGANISASI

Dalam konsep manajemen modern, informasi telah menjadi salah satu aset dari suatu organisasi, selain uang, SDM, sarana dan prasarana. Penguasaan informasi internal dan eksternal organisasi merupakan salah satu keunggulan kompetitif (competitive advantage), karena keberadaan informasi tersebut: 
1. Menentukan kelancaran dan kualitas proses kerja, 
2. Menjadi ukuran kinerja organisasi/perusahaan, 
3. Menjadi acuan yang pada akhirnya menentukan kedudukan/peringkat organisasi tersebut dalam persaingan lokal maupun global. 

H. PENJABARAN SISTEM SAMPAI KE APLIKASI MENGGUNAKAN STRUKTUR HIRARKIS YANG MUDAH DIPAHAMI 

Dalam semua kepustakaan yang membahasa konsep sistem, hanya dikenal istilah sistem dan subsistem. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dalam melakukan penjabaran sistem informasi yang cukup luas cakupannya. Oleh karena itu, dalam penjabaran sering digunakan istilah sebagai berikut: 
1. Sistem 
2. Subsistem 
3. Modul 
4. Submodul 
5. Aplikasi

Masing-masing subsistem dapat terdiri atas beberapa modul, masing-masing modul dapat terdiri dari beberapa submodul dan masing-masing submodul dapat terdiri dari beberapa aplikasi sesuai dengan kebutuhan. Struktur hirarki seperti ini sangat memudahkan dari segi pemahaman maupun penamaan. Pada beberapa kondisi tidak perlukan penjabaran sampai 5 tingkat, misalnya sebuah modul tidak perlu lagi dijabarkan dalam sub-sub modul, karena jabaran berikutnya sudah sampai tingkatan aplikasi.

ACHMAD AMRULLAH
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO

Rancang Bangun (desain) Sistem Informasi Rumah Sakit



Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS), sangat bergantung kepada jenis dari rumah sakit tersebut.
Tipe-Tipe Tumah Sakit:

A. BERDASARKAN KEPEMILIKANNYA dibagi menjadi 2, sebagai berikut:

1. Rumah Sakit Pemerintah, yang dikelola oleh:
a. Departemen Kesehatan, 
b. Departemen Dalam Negeri, 
c. TNI, 
d. BUMN.
Sifat rumah sakit ini adalah tidak mencari keuntungan (non profit)

2. Rumah Sakit Swasta yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik yang sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit) maupun yang memang mencari keuntungan (profit) 

B. BERDASARKAN SIFAT LAYANANNYA

1. Rumah Sakit Umum
Untuk Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Umum digolongkan menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut: 
a. Rumah Sakit Umum tipe A, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang luas. 
b. Rumah Sakit Umum tipe B, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang terbatas. 
c. Rumah Sakit Umum tipe C, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik yang terbatas, seperti penyakit dalam, 
bedah, kebidanan dan anak. 
d. Rumah Sakit Umum tipe D, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis dasar.

Untuk Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit Umum digolongkan menjadi 3 tingkatan sebagai berikut: 
a. Rumah Sakit Umum Pratama, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis umum, 
b. Rumah Sakit Umum Madya, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik, 
c. Rumah Sakit Umum Utama, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialisitik.

2. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus ini banyak sekali ragamnya, rumah sakit ini melakukan penanganan untuk satu atau beberapa penyakit tertentu dan layanan medis subspesialistik tertentu. Yang masuk dalam kelompok ini diantaranya: Rumah Sakit Karantina, Rumah Sakit Bersalin, dan sebagainya. 

Dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 983 tahun 1992, dapat diketahui bahwa organsasi rumah sakit secara umum adalah organisasi matriks. Semua staf yang ada, dibagi ke dalam divisi-divisi yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit tersebut, sedangkan setiap tenaga medis tersebut juga dikelompokkan ke dalam kelompok fungsional menurut profesinya masing-masing dan setiap kelompok fungsional dipimpin oleh seorang ketua kelompok. Organisasi matriks adalah organisasi yang paling dinamis dan paling baik, jika dibandingkan dengan tipe organisasi lainnya, namun harus disadari sepenuhnya bahwa setiap staf dalam organisasi tersebut mempunyai 2 pimpinan sekaligus yang memberikan perintah dan pengarahan kepada yang bersangkutan, yaitu pimpinan divisi dan pimpinan kelompok. Oleh karena itu, setiap staf pada organisasi matriks harus mampu bekerjasama lintas divisi, mampu berkomunikasi dengan baik dengan ke 2 pimpinannya dan mampu membagi pekerjaannya berdasarkan prioritas. Organisasi matriks memang sangat memerlukan dukungan teknologi infomasi/komputer dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Namun agar teknologi informasi dapat memberikan dukungan yang maksimal, maka panataan pola kerja organisasi tersebut merupakan prasyarat utama.

Untuk menyusun SIRS digunakan 4 pertanyaan sederhana sebagai berikut: 
1. Apa fungsi/tugas utama dari rumah sakit? Jawaban pada umumnya adalah layanan kesehatan 
2. Apa objek/sasaran dari fungsi/tugas utama rumah sakit? Jawaban pada umumnya adalah pasien atau penderita
3. Dukungan operasional apa saja yang diperlukan oleh rumah sakit? Jawaban pada umumnya adalah tenaga kerja, keuangan dan sarana atau prasarana 
4. Sistem apa yang dibutuhkan untuk mengelola rumah sakit tersebut? Jawaban pada umumnya adalah manajemen rumah sakit. 

Berdasarkan jawaban tersebut, maka SIRS terdiri dari: 
1. Subsistem Layanan Kesehatan, yang mengelola kegiatan layanan kesehatan. 
2. Subsistem Rekam Medis, yang mengelola data pasien. 
3. Subsistem Personalia, yang mengelola data maupun aktivitas tenaga medis maupun tenaga administratif rumah sakit. 
4. Subsistem Keuangan, yang mengelola data-data dan transaksi keuangan. 
5. Subsistem Sarana/Prasarana, yang mengelola sarana dan prasarana yang ada di dalam rumah sakit tersebut, termasuk peralatan medis, persediaan obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya. 
6. Subsistem Manajemen Rumah Sakit, yang mengelola aktivitas yang ada didalam rumah sakit tersebut, termasuk pengelolaan data untuk perencaan jangka panjang, jangka pendek, pengambilan keputusan dan untuk layanan pihak luar.

Ke 6 subsistem tersebut di atas kemudian harus dijabarkan lagi ke dalam modul-modul yang sifatnya lebih spesifik. Subsistem Layanan Kesehatan dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi: 
1. Modul Rawat Jalan, yang mengelola data-data dan aktivitas layanan medis rawat jalan.
2. Modul Rawat Inap, yang mengelola data-data dan aktivitas layanan medis rawat inap. 
3. Modul Layanan Penunjang Medis, termasuk didalamnya tindakan medis, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya.

ACHMAD AMRULLAH
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO

Pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)


Dalam melakukan pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut:

1. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu. 
2. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu. 
3. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan. 
4. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang sedang dikembangkan. 
5. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan dimasa datang. 
6. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang relatif singkat. 
7. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin. 
8. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas. 
9. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly). 
10. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan sistem yang baru. 
11. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap pengembangan SIRS. 

Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas, selanjutnya ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek Pengembangan SIRS, sebagai berikut: 
1. Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan tau pengawasan (auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.
2. Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi cukup lengkap dan terpadu. 
3. Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat dinamis. 
4. Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan pemborosan. 
5. Terjaminnya konsistensi data. 
6. Orientasi ke masa depan.
7. Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan mempertimbangkan integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS. 

SIRS merupakan suatu sistem informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit tipe A dan B) dan mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem yang dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi masing-masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan. Kesinambungan antara tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus tetap terjaga.

Secara garis besar tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut: 
1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS, 
2. Penyusunan Rancangan Global SIRS, 
3. Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS, 
4. Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik, 
5. Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan perangkat keras maupun perangkat lunak pendukung. 
6. Operasionalisasi dan Pemantapan.

Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) memang sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun untuk membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan migrasi dari sistem yang lama pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah sakit belum menganggap bahwa informasi adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka kebutuhan biaya dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan informasi. Kalau informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah selayaknya masuk dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan oleh 
rumah sakit itu.

Perlu disadari sepenuhnya, bahwa penggunaan teknologi informasi dapat menyebabkan ketergantungan, dalam arti sekali mengimplementasikan dan mengoperasionalkan SIRS, maka rumah sakit tersebut selamanya terpaksa harus menggunakan teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena perubahan dari sistem yang terotomasi menjadi sistem manual merupakan kejadian yang sangat tidak menguntungkan bagi rumah sakit tersebut.

Perangkat lunak SIRS siap pakai yang tersedia di pasaran pada saat ini sebagian besar adalah perangkat lunak SIRS yang hanya mengelola sebagian sistem atau beberapa subsistem dari SIRS. Untuk dapat memilih perangkat lunak SIRS siap pakai dan perangkat keras yang akan digunakan, maka rumah sakit tersebut harus sudah memiliki rancang bangun (desain) SIRS yang sesuai dengan kondisi dan situasi rumah sakit.

ACHMAD AMRULLAH
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO

Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)



Melalui hasil pengembangan sistem informasi, maka diharapkan dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1. Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah. 
2. Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan bersifat interoperable dengan jaringan lain. 
3. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam kluster unit pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai komponen sistem di masa depan. 
4. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan kemampuan dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel universal di dalam Wide Area Network yang efektif, homogen dan efisien sebagai bagian dari jaringan sistem informasi pemerintah daerah. 
5. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan, mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan informasi yang menyimpan direktori materi teknologi informasi yang komprehensif. 
6. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari, menanalisis, memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara elektronis data/informasi bagi seluruh stakeholders 
7. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website dan access point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat dimanfaatkan secara luas dan bertanggung jawab dan dalam rangka memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga kepuasan pengguna dapat dicapai sebaik-baiknya 
8. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan pengembangan manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian dan pengembangan karir. 
9. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit organisasi pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan dan kedokteran. 
10. Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan organisasi, untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif. 
11. Mengarah pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.

ACHMAD AMRULLAH
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO

Ruang Lingkup Sistem Informasi Kesehatan (SIK)


Ruang lingkup Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan, mencakup pengelolaan informasi dalam lingkup manajemen pasien (front office management). Lingkup ini antara lain sebagai berikut:
1. Registrasi Pasien, yang mencatat data/status pasien untuk memudahkan pengidentifikasian maupun pembuatan statistik dari pasien masuk sampai keluar. Modul ini meliputi pendaftaran pasien baru/lama, pendaftaran rawat inap/jalan, dan info kamar rawat inap. 
2. Rawat Jalan/Poliklinik yang tersedia di rumah sakit, seperti: penyakit dalam, bedah, anak, obstetri dan ginekologi, KB, syaraf, jiwa, THT, mata, gigi dan mulut, kardiologi, radiologi, bedah orthopedi, paru-paru, umum, UGD, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Modul ini juga mencatat diagnosa dan tindakan terhadap pasien agar tersimpan di dalam laporan rekam medis pasien. 
3. Rawat Inap. Modul ini mencatat diganosa dan tindakan terhadap pasien, konsultasi dokter, hubungan dengan poliklinik/penunjang medis. 
4. Penunjang Medis/Laboratorium, yang mencatat informasi pemeriksaan seperti: ECG, EEG, USG, ECHO, TREADMIL, CT Scan, Endoscopy, dan lain-lain. 
5. Penagihan dan Pembayaran, meliputi penagihan dan pembayaran untuk rawat jalan, rawat inap dan penunjang medis (laboratorium, radiologi, rehab medik), baik secara langsung maupun melalui jaminan dari pihak ketiga/asuransi/JPKM. Modul ini juga mencatat transaksi harian pasien (laboratorium, obat, honor dokter), daftar piutang, manajemen deposit dan lain-lain. 
6. Apotik/Farmasi, yang meliputi pengelolaan informasi inventori dan transaksi obat-obatan.

Melalui lingkup manajemen pasien tersebut dapat diperoleh laporan-laporan mengenai: 
1. Pendapatan rawat inap dan jalan secara periodik (harian, bulanan dan tahunan), 
2. Penerimaan kasir secara periodik, 
3. Tagihan dan kwitansi pembayaran pasien, 
4. Rekam medis pasien, 
5. Data kegiatan rumah sakit dalam triwulan (RL1), 
6. Data morbiditas pasien rawat inap (RL2a), 
7. Data morbiditas pasien rawat jalan (RL2b), 
8. Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat inap (RL2a1), 
9. Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat jalan (RL2b1), 
10. Penerimaan kasir pada bagian farmasi/apotik, 
11. Pembelian kasir pada bagian farmasi/apotik, 
12. Manajemen ketersediaan obat pada bagian farmasi/apotik, 
13. Grafik yang menunjang dalam pengambilan keputusan. 

Untuk memudahkan penyajian informasi tersebut, maka laporan-laporan tersebut dapat diekspor ke berbagai macam format antara lain: 
1. Comma separated value (CSF), 
2. Data Interchange Format (DIF), 
3. Excel (XLS versi 2.1, 3.0, 4.0, 5.0, dan 5.0 tabular), 
4. HTML 3.0 (draft standard), 3.2 (extended & standard), 
5. Lotus 1-2-3 (WK1, WK3, WK5), 
6. ODBC, 
7. Rich Text Format (RTF), 
8. Text, 
9. Word for Windows Document. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik.

ACHMAD AMRULLAH
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALUOLEO

Pemasaran Sosial Air Bersih dan Sehat



Masalah air bersih dan sanitasi merupakan masalah yang melibatkan beberapa faktor antara lain: masyarakat sebagai pelaku penghasil sampah, teknologi dan managemen pengelolaan sanitasi  yang masing-masing saling pengaruh mempengaruhi. Oleh karena warga masyarakat merupakan faktor yang sangat menentukan baik sebagai penghasil, pengguna teknologi dan pelaksana manajemen pengelolaan sampah, maka keterlibatan warga masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan titik sentral dalam pekerjan pemberdayaan ini.

Metode menumbuhkan Kesadaran dan Partisipasi masayarkat dirumuskan dengan tahapan sebagai berikut:
a.  Menyampaikan pengetahuan mengenai kesehatan lingkungan, sanitasi, teknologi Sanitasi 
b.  Menumbuhkan keinginan untuk mengatasi masalah sanitasi 
c.  Memberikan pelatihan ketrampilan pembuatan fasilitas sanitasi
d.  Pengenalan penggunaan teknologi sanitasi
e   Menyediakan fasilitas sanitasi di tingkat rumah tangga maupun kelompok (komunal) 
f.  Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi sanitasi di tingkat RT/RW secara mandiri
g.  Perencanaan Partisipatif Rencana Tindak Komunitas Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas 

Perencanaan partisipatif pada dasarnya adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi tujuan dan menterjemahkan tujuan tersebut ke dalam kegiatan yang nyata/konkret dan spesifik.  Perencanaan partisipatif akan diawali dengan kegiatan survai kampung sendiri, dimana kegiatan ini dimaksudkan untuk memetakan kondisi fisik lingkungan dan sosial masyarakat. Untuk menciptakan rasa percaya masyarakat terhadap hasil-hasil perencanaan, maka  survai kampung sendiri dilakukan oleh masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator. Hasil dari pemetaan tersebut selanjutnya akan menghasilkan data tentang kebutuhan masyarakat yang kemudian diinventarisasikan untuk bidang persampahan dan sanitasi sesuai dengan tujuan dan sasaran program.

Untuk menjamin bahwa perencanaan benar-benar dilakukan secara partisipatif, Fasilitator dibantu oleh Kader Masyarakat memfasilitasi pelaksanaan perencanaan di masyarakat dengan mempergunakan input data yang diperoleh dari survai kampung sendiri. Hasil dari perencanaan partisipatif tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam Rencana Tindak. Hasil dari kegiatan penyusunan rencana tindak komunitas tersebut adalah disepakatinya visi dan misi pengelolaan persampahan dan sanitasi di wilayah Pilot Projec.

Pengertian masyarakat dalam pekerjaan  ini adalah seluruh warga di lokasi sasaran yang setelah melalui proses pemberdayaan dapat menyadari dan memahami kondisi wilayahnya serta persoalan persampahan dan sanitasi yang perlu dihadapi dan sepakat untuk menanggulangi permasalahan persampahan dan sanitasi tersebut secara sistematik.

Pemberdayaan Masyarakat




Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek  attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoatmodjo, 2003).

Sasaran utama pemberdayaan adalah  individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahu dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apapun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan (Depkes RI, 2006).

Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam  proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development).  Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan kemitraan. Pada saat ini banyak dijumpai Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik diantara mereka maupun anatara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan berhasilguna.

Perlu diketahui bahwa dalam promosi  kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan ujung tombak, yang untuk keberhasilannya harus didukung oleh upaya bina suasana (opini publik) dan advokasi. Namun demikian, selama ini dirasakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat kurang mendapat perhatian dengan minimnya dana pelaksanaan.Kegiatan-kegiatan komponen pemberdayaan masyarakat meliputi serangkaian kegiatan yang diawali dengan membangun kesadaran kritis masyarakat, pengorganisasian masyarakat  hingga perencanaan partisipatif untuk penyusunan rencana tindak pengelolaan sampah berbasis komunitas dari, oleh dan untuk masyarakat.